Ketekunan, kerja keras dan support keluarga. Ketiganya menjadi kunci keberhasilan Iwan Bomba yang berusia 38 tahun mengelola usaha bonsai miliknya. Bermula dari iseng, sekarang warga Dusun Kaliurang, Desa Sokaan, Kecamatan Krejengan, itu sukses meraup untung puluhan juta dari usaha bonsai yang dikelolanya.
Rimbun tanaman tembakau menghiasi sebuah areal persawahan di Desa Sokaan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Di sebuah rumah tepat di depan areal persawahan itu, berjejer tanaman dengan format unik. Ada yang besar, ada yang tanggung dan ada yang berukuran kecil.
Unik sebab batang pohon mendominasi. Lalu, cabang pohon hanya sedikit. Itu malah hanya di bagian atas. Dan bagian daun jumlahnya jauh lebih sedikit. Formatnya tidak beraturan, melainkan indah diamati. Itulah bonsai milik Iwan Bomba, 38, warga Dusun Kaliurang, Desa Sokaan.
Bonsai-bonsai itu berjejer di halaman rumahnya. Tak sekadar jadi pajangan tentu saja. Iwan -panggilannya- menjadikan seni mengkerdilkan pohon itu sebagai usaha keluarga.
“Dulu saya tak bisa membuat figur pohon seperti ini. Kemudian aku terus belajar melalui media sosial. Aku juga belajar dari pengalaman teman-sahabat yang lebih dulu merawat bonsai,” tutur Iwan Bomba sambil menunjuk sebuah bonsai dari pohon Serut.
Awalnya Cuma Iseng
Awal menekuni bonsai dua tahun lalu, Iwan sebenarnya cuma iseng. Ia coba-coba merawat serut untuk dijadikan bonsai. Serut dipilih karena merupakan salah satu tipe bonsai yang paling digemari. Sesudah jadi, bonsai serut itu seketika dipasarkannya.
“Terbukti kok hasilnya lumayan,” tuturnya.
Dari situ, Iwan Bomba seketika berusaha membikin lebih banyak bonsai. Macam pohon yang dibuat bonsai malahan makin beragam. Kini, puluhan bonsai ada di halaman rumahnya yang diambil dari lima variasi pohon. Antara lain, serut, beringin, asam, santigi dan pohon arah. Harga jualnya pun lumayan, sekitar Rp15 juta paling mahal.
“Saat ini paling mahal bonsai saya laku Rp15 juta. Dalam satu bulan, rata-rata Rp30 juta sampai Rp40 juta,” ujarnya sambil memotong sebagian komponen bonsai beringin dengan hati-hati.
Pemasarannya bahkan tak hanya di Probolinggo. Namun, sampai ke sebagian tempat yang ada di Indonesia. Seperti Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa, NTB, dan Papua.
Lazimnya, bonsai itu dikirim melalui pos dengan lebih dulu dibungkus kardus. Tidak heran, puluhan kardus berjejer rapi di ruang tetamu rumahnya. Sebagian bonsai malahan ada yang sudah dibungkus untuk dikirim ke luar Jawa.
“Saya menjual lewat online, dengan modal kepercayaan. Biasanya pembeli saya temukan dari grup WhatsApp yang berisi para pebisnis bonsai segala,” ujar ayah dua buah hati ini.
Ketekunan dan Kerja Keras Menjadi Kunci Utama
Selama mengelola usaha bonsainya, Iwan mengaku, ketekunan dan kerja keras menjadi kunci utama. Tanpa keduanya, usahanya itu susah berkembang. Sebab, di balik uang jutaan rupiah yang dia temukan dari memasarkan bonsai, ada pengorbanan yang kadang tak jarang mengancam nyawa.
“Karena tak sembarang pohon bisa dihasilkan bonsai. Ketika bahan baku telah tak ada, aku mencari ke Probolinggo bagian selatan. Mencari ke gunung-gunung yang masih ada variasi pohon bonsai,” tuturnya.
Dan butuh usaha tidak mudah untuk menjangkau gunung-gunung itu. Panas terik atau dingin menggigil dihempasnya. Hujan lebat dengan situasi jalan licin malah dilewatinya.
“Ketika hujan, jalan menuju gunung jadi licin. Dan itu membahayakan,” tuturnya.
Motivasi dari keluarga kecilnya membikin dirinya pantang menyerah. Terutamanya lagi pada masa pandemi Covid-19 ini, bisnisnya sempat tidak jalan. Sebab, akses pengiriman barang ditutup.
“Maret sampai Mei, tak ada sama sekali usaha bonsai yang terjual. Jadi, saya kembali bertani dan menjadi buruh tani untuk memenuhi keperluan keluarga. Dalam keadaan seperti itu, dukungan keluarga yang membuat aku terus gigih,” ujarnya.